A. Otonomi
Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945
berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia,
yaitu:
- Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan dan
- Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas,
penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonomi dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan
beberapa dasar pertimbangan :
1. Dimensi Politik,
Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan
separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi
Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah
daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih
tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi
secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung
jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan
di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
B. Implementasi
Polstranas
Implementasi politik dan strategi nasional di bidang hukum:
1. Mengembangkan
budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan
kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
2. Menata sistem
hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati
hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang–undangan warisan
kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender
dan ketidaksesuaianya dengan reformasi melalui program legalisasi.
3. Menegakkan hukum
secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran,
supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.
4. Melanjutkan
ratifikasi konvensi internasional terutama yang berkaitan dengan hak asasi
manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk
undang–undang.
5. Meningkatkan
integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian
Negara Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan
meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan,
serta pengawasan yang efektif.
6. Mewujudkan lembaga
peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
7. Mengembangkan
peraturan perundang–undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam
menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.
8. Menyelenggarakan
proses peradilan secara cepat, mudah, murah dan terbuka, serta bebas korupsi
dan nepotisme dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran.
9. Meningkatkan
pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan. Penghormatan dan penegakan
hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan.
10. Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap
pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.
C. Keberhasilan Polstranas dalam Masyarakat Madani (civil society)
Masyarakat madani merupakan suatu tatanan masyarakat sipil
(civil society) yang mandiri dan demokratis. Istilah madani sendiri secara umum
dapat diartikan sebagai “adab” atau “beradab”. Sehingga masyarakat madani juga
dapat didefinisikan sebagai suatu
masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani dan memaknai
kehidupannya, sehingga didapatkan pula suatu tata masyarakat yang beradab. Agar
dapat mencapai masyarakat yang demikian, ada beberapa persyaratan yang harus
terpenuhi. Persyaratan tersebut antara lain yaitu keterlibatan dalam
pengambilan keputusan yang untuk kepentingan bersama, adanya kontrol masyarakat
dalam jalannya suatu proses pemerintahan, juga keterlibatan dan kebebasan
masyarakat dalam memilih pimpinannya.
Keberhasilan polstranas dalam masyarakat madani dapat
dilihat dari penyelenggaraan pemerintahnya ataupun negaranya. Pemerintah
ataupun negara serta masyarakat Indonesia dapat dikatakan telah berhasil dalam
menjalankan polstranas apabila memiliki sifat sebagai berikut:
1. Asas Keimanan
dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berarti menjelaskan bahwa segala
usaha dan kegiatan dalam pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan seluruh masyarakat terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sebagai nilai luhur ataupun pedoman yang menjadi landasan spiritual,
moral dan etika dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila.
2. Asas Manfaat,
menjelaskan bahwa segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan nasional
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kemanusiaan, bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pengembangan pribadi warga negara serta untuk
mengutamakan kelestarian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa dan
pelestarian fungsi dari lingkungan hidup dalam rangka untuk pembangunan yang
berkesinambungan dan berkelanjutan.
3. Asas Demokrasi
Pancasila, artinya bahwa upaya dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang
meliputi seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dilakukan
dengan penuh semangat kekeluargaan yang memiliki ciri-ciri kebersamaan,
gotong-royong, persatuan dan kesatuan melalui musyawarah bersama untuk mencapai
mufakat.
4. Asas Adil dan
Merata, berarti menjelaskan bahwa pembangunan nasional yang diselenggarakan
sebagai usaha bersama harus adil dan merata di seluruh lapisan masyarakat dan
di seluruh wilayah tanah air tanpa terkecuali.
5. Asas
Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan dalam Perikehidupan, memiliki arti
bahwa dalam pembangunan nasional harus tercipta suatu keseimbangan antara berbagai
kepentingan, yaitu berupa keseimbangan, keserasian, serta keselarasan antara
kepentingan dunia dan akhirat, jiwa dan raga, individu, masyarakat dan negara,
dan lain-lain.
6. Asas Kesadaran
Hukum, asas tersebut menjelaskan bahwa dalam pembangunan nasional setiap warga
negara dan penyelenggara negara harus patuh dan tunduk pada hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran, serta suatu negara diwajibkan untuk
menegakkan serta menjamin kepastian hukum di negaranya.
7. Asas
Kemandirian, menjelaskan bahwa dalam pembangunan nasional harus berlandaskan
pada kepercayaan serta keyakinan akan kemampuan dan kekuatan bangsa sendiri
serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.
8. Asas Perjuangan,
diartikan bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, suatu
penyelenggaraan negara dan masyarakat harus memiliki mental, tekad, jiwa dan
semangat pengabdian serta ketaatan dan harus memiliki disiplin yang tinggi
dengan cara lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan
pribadi/golongan.
9. Asas Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, hal tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya
pembangunan nasional maka dapat memberikan kesejahteraan baik lahir maupun
batin yang setinggi-tingginya, penyelenggaraan pembangunan tersebut perlu
menerapakan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan tekonologi secara seksama dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai dengan tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.
Souce : Seri Diktat Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Gunadarma